Sriwijayapost.com, Medan, 27 November 2025 – Banjir dan longsor dahsyat di Sumatera Utara (Sumut) sejak 24 November 2025 picu perdebatan sengit. Oleh karena itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut tuding tambang emas dan deforestasi jadi biang kerok utama.
Pertama-tama, Manajer Advokasi Walhi Jaka Kelana Damanik sebut kerusakan hutan Batang Toru perparah bencana. Akibatnya, penebangan masif oleh PT Agincourt Resources (tambang Martabe) hilangkan penahan air hujan.

Baca Juga
Korban Tewas Banjir-Longsor Sumut Jadi 34 Orang, 52 Masih Hilang, BNPB Dikerahkan!
Selanjutnya, Walhi soroti 7 perusahaan tambang dan sawit di Batang Toru. Dengan demikian, tutupan hutan turun 30% sejak 2020. Sementara itu, BNPB dan BMKG tekankan cuaca ekstrem Siklon Tropis Koto dan Bibit Siklon 95B faktor pemicu. Karena itu, hujan lebat 300 mm/hari luapkan sungai di Tapanuli Selatan dan Sibolga.
Kedua, Walhi desak evaluasi izin tambang. Oleh sebab itu, Batang Toru hutan tropis terakhir Sumut, rumah orangutan Tapanuli langka. Selain itu, bencana ekologis ini bukan alam semata, tapi ulah manusia. Berikutnya, pemerintah gagal kelola lingkungan, picu krisis tahunan.
Baca Juga
Young Lex Mualaf? Spekulasi Kembali Menguat Usai Cerai dari Eriska Nakesya!
Di sisi lain, update korban per 27 November: 34 tewas, 52 hilang, 1.168 mengungsi di 12 kabupaten. Akibatnya, Tapanuli Selatan paling parah (17 tewas). Sementara itu, Polda Sumut kerahkan 1.030 personel evakuasi. Oleh sebab itu, jalan nasional putus, listrik mati di Sibolga.
Selanjutnya, BMKG prediksi hujan reda besok. Dengan kata lain, risiko susulan masih tinggi. Berikutnya, Walhi tuntut moratorium tambang. Oleh sebab itu, kebijakan pro-lingkungan wajib diterapkan. Terakhir, doa untuk korban – semoga bencana ini pelajaran berharga.
Baca Juga: 5 Film Indonesia yang Tak Pernah Tayang di TV: Kontroversi & Sensasi Dewasa!











