Sriwijayapost.com, 21 Juli 2025 – Putusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat yang memvonis mantan Menteri Perdagangan (2015-2016) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong 4,5 tahun penjara dalam kasus impor gula memicu kontroversi.
Hakim menyebut kebijakan Tom yang mengedepankan “ekonomi kapitalis” sebagai salah satu alasan memberatkan, membuat pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menyatakan keheranan. “Kalau ekonomi kapitalis jadi dasar pidana. Berapa banyak orang di negeri ini yang harus dipenjara?” sindir Feri dalam diskusi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Senin (21/7).

Baca Juga
Gaji Pegawai BUMN PLN: Apakah Anda Siap Raih Gaji Puluhan Juta di 2025?
Tom divonis melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor karena menerbitkan 21 izin impor gula kristal mentah tanpa rapat koordinasi antar-kementerian, menyebabkan kerugian negara Rp194 miliar.
Hakim menilai Tom mengabaikan sistem ekonomi Pancasila yang mengutamakan keadilan sosial, lebih memilih pendekatan kapitalis yang memihak pasar bebas. Namun, Feri menegaskan tidak ada bukti niat jahat (mens rea) dalam tindakan Tom, dan vonis ini terkesan sebagai “peradilan politik” untuk membungkam oposisi.
Baca Juga
Pentingnya Rekaman CCTV dalam Kasus Penemuan Mayat
Feri mempertanyakan logika hakim, menyebut hampir semua kebijakan ekonomi di Indonesia mengandung unsur kapitalisme. “Ini kekeliruan besar. Ekonomi Pancasila sendiri tidak jelas implementasinya,” ujarnya.
Ia menduga kasus ini bermotif dendam politik, terutama karena Tom, pendukung Anies Baswedan, kehilangan pengaruh politik. Tom sendiri menyebut putusan hakim mengabaikan wewenangnya sebagai menteri dan menyatakan akan banding.
Meski hakim menyatakan Tom tidak menikmati hasil korupsi. Vonis tetap dijatuhkan karena kebijakannya dianggap merugikan petani lokal dan stabilitas harga gula. Publik di X ramai mengkritik, menyebut vonis ini ironis karena tidak ada aliran dana korupsi ke Tom.
Baca Juga : Kemenkum Sumsel Gelar Seleksi Daerah Peacemaker Justice Award 2025