Sriwijayapost.com – Dua hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Erintuah Damanik dan Mangapul, yang sebelumnya memutuskan membebaskan Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan terhadap Dini Sera Afriyanti. Kini mengungkapkan penyesalan mendalam atas keputusan mereka. Keputusan kontroversial tersebut sempat memicu keraguan publik dan dugaan adanya praktik mafia peradilan.
Kronologi Pembebasan yang Menggemparkan
Pada 23 Oktober 2024. Hakim Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur yang didakwa melakukan pembunuhan terhadap kekasihnya. Dini Sera Afriyanti. Keputusan ini langsung mendapat reaksi keras dari masyarakat, yang menilai ada kejanggalan dalam proses hukum yang berlangsung.
Publik mulai mencurigai adanya praktek suap atau intervensi luar yang memengaruhi keputusan tersebut. Mengingat bukti yang ada tidak cukup untuk membenarkan pembebasan Tannur. Kasus ini semakin memanas ketika Kejaksaan Agung turun tangan, melakukan penyelidikan, dan menangkap ketiga hakim tersebut.
Penyesalan dan Pengakuan dari Hakim yang Terlibat
Setelah ditangkap oleh Kejaksaan Agung, Erintuah Damanik dan Mangapul mengajukan diri sebagai justice collaborator, menyatakan penyesalan atas keputusan yang mereka buat. Mereka mengakui bahwa keputusan mereka telah merusak kepercayaan publik terhadap sistem peradilan dan mengungkap adanya praktik mafia peradilan yang perlu diberantas.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban. Kedua hakim tersebut berharap dapat membantu pihak berwajib mengungkap siapa saja yang terlibat dalam dugaan suap dan praktik tidak etis lainnya yang terjadi di balik keputusan tersebut.
Dampak Kasus: Menyoroti Kelemahan Sistem Peradilan
Kasus ini menggambarkan dengan jelas betapa rentannya sistem peradilan terhadap pengaruh luar. Pengakuan hakim sebagai justice collaborator membuka mata publik tentang adanya celah besar dalam pengawasan internal peradilan. Penyesalan yang disampaikan oleh kedua hakim tersebut menjadi sinyal penting bahwa integritas dalam sistem peradilan harus selalu dijaga, dengan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil benar-benar berdasarkan fakta dan bukti yang sah, bukan karena tekanan eksternal.
Langkah ke Depan: Memperbaiki Sistem Peradilan yang Rapuh
Proses hukum terhadap kedua hakim ini masih berlanjut, dan mereka berharap bisa memberikan informasi lebih lanjut mengenai praktik mafia peradilan yang mungkin melibatkan pihak lain. Kejaksaan Agung kini berfokus untuk mengungkap lebih banyak informasi terkait dugaan praktik suap dan untuk melakukan evaluasi terhadap sistem peradilan secara menyeluruh.
Selain itu, pengungkapan kasus ini menjadi dorongan bagi pemerintah dan lembaga peradilan untuk memperkuat pengawasan serta meningkatkan transparansi dalam setiap proses hukum. Guna memastikan keadilan yang sesungguhnya bagi seluruh rakyat.
Kesimpulan: Kasus Ini Jadi Pelajaran Penting bagi Peradilan Indonesia
Penyesalan yang diungkapkan oleh Erintuah Damanik dan Mangapul menunjukkan pentingnya akuntabilitas dalam lembaga peradilan. Kasus ini harus menjadi pengingat bagi seluruh pihak untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap sistem hukum Indonesia. Diharapkan, dengan langkah-langkah perbaikan yang dilakukan, sistem peradilan Indonesia bisa lebih transparan, adil, dan bebas dari pengaruh buruk.