Sriwijayapost.com, 4 Desember 2025 – Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mengungkapkan bahwa kerusakan lingkungan menjadi salah satu faktor utama di balik bencana banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sejak akhir November 2025.
Dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Kamis (4/12), Raja Juli menjelaskan kombinasi tiga faktor: siklon tropis Senyar, kondisi geomorfologi DAS, serta kerusakan daerah tangkapan air (DTA).

Baca Juga
Prajurit TNI Jebol Hutan, Tembus 7 Desa Terisolir Aceh Tengah Bawa Bantuan
Deforestasi Menurun, Tapi Kerusakan Lama Masih Berbekas
Menurut data Kementerian Kehutanan, deforestasi Indonesia hingga September 2025 turun 23,01% atau 49.766 hektare dibanding 2024. Di Aceh turun 10,04%, Sumut 13,98%, dan Sumbar 14%. Namun, Raja Juli mengakui kerusakan kumulatif 2019-2024 di hulu DAS mencapai ribuan hektare, termasuk penebangan liar.
Kayu gelondongan yang terbawa banjir berasal dari pembalakan ilegal. Sejak Juli 2025, pemerintah telah tangkap pelaku dan cabut 18 izin PBPH seluas 526.144 ha. Rencana selanjutnya: cabut 20 izin buruk lagi seluas 750.000 ha.
Baca Juga
Pebulu Tangkis Indonesia Dihukum BWF Larangan Bermain Seumur Hidup!
Respons Pemerintah dan Kritik Masyarakat
Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya akui kerusakan lingkungan perparah bencana, selain cuaca ekstrem. Kapolri Listyo Sigit Prabowo koordinasi dengan Raja Juli untuk usut kayu ilegal. Aktivis seperti Iqbal dari Celios desak menteri mundur atas kelalaian pengawasan DAS.
Bencana ini telan 800+ korban jiwa dan rugi miliaran. Para ahli UGM-ITB sebut “dosa ekologis” ini akibat fokus ekonomi ketimbang ekologi. Raja Juli janji evaluasi tata kelola hutan.
Semoga langkah tegas ini cegah tragedi serupa. Pemerintah diminta moratorium tambang dan sawit di DAS kritis.
Baca Juga: Link Resmi Donasi Korban Banjir Aceh-Sumut-Sumbar, 100% Sampai ke Pengungsi!











