Sriwijayapost.com, 19 Juni 2025 – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait, akrab disapa Ara, menanggapi kritik terhadap wacana rumah subsidi berukuran minimal 18 meter persegi dengan luas tanah 25 meter persegi.
Ara menjelaskan bahwa rumah subsidi berukuran 60 meter persegi, seperti standar saat ini, tidak tersedia di perkotaan karena harga tanah yang mahal. “Contoh, nggak ada rumah subsidi di Jakarta, Bandung, Surabaya. Rata-rata nggak ada di kota, kenapa? Karena harga tanahnya mahal,” ujarnya di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/6/2025).

Baca Juga
Bima Arya Ungkap Dokumen Kepmendagri 1992 Ditemukan di Gudang Kelapa Dua
Wacana ini muncul dari draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025, yang mengusulkan pengurangan luas bangunan dari minimal 21 meter persegi menjadi 18 meter persegi dan luas tanah dari 60 meter persegi menjadi 25 meter persegi.
Tujuannya, kata Ara, untuk menyediakan hunian terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), khususnya milenial, di kawasan perkotaan. “Konsumen bilang lokasi dekat kota penting. Desain bagus, harga terjangkau juga jadi pertimbangan,” tambahnya.
Baca juga
20 Kampus Swasta Terbaik di Indonesia Versi THE Impact Rankings 2025, Binus Nomor 1
Ara menegaskan bahwa kebijakan ini belum final dan masih dalam tahap uji publik. “Kami terima masukan dari pengembang, arsitek, dan masyarakat. Belum ada keputusan,” katanya.
Ia juga menyinggung bahwa kualitas hunian lebih penting daripada ukuran, dengan desain modern dan lokasi strategis sebagai prioritas. Harga rumah subsidi 18 meter persegi diperkirakan mulai dari Rp108 juta hingga Rp120 juta, tergantung lokasi.
Kritik datang dari berbagai pihak, termasuk Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), yang menyebut ukuran 18 meter persegi membatasi ruang gerak manusia. Namun, Ara optimistis desain inovatif dapat menjawab kebutuhan milenial yang menginginkan hunian sederhana dekat tempat kerja.
Baca Juga: Ancaman Bom, Penumpang Saudia Airlines Dievakuasi di Kualanamu, Jibom Sisir Pesawat